HANYA ADA JALAN TANPA KATA KELUAR
Disebuah gedung bertingkat. Disetiap lorong serta semua orang
didalamnya bercat dan berpakaian putih. Tak ada desain interior
, hanya ada
ratusan kamar dengan ratusan kunci. Setiap ruangan terdapat 2 orang. Hanya ada
1 orang jika dia tak bisa dikendalikan. Teriakan dimana-mana, seakan gedung itu
tak pernah tidur.
Saat itu sedang hujan. Disalah
satu ruangan yang dingin. Seorang gadis disudut ruangan memeluk lutut dengan
tatapan kosong. Dia Wanda. Wajahnya tirus penuh luka cakar. Bibir tipis yang
selalu menggigil dan bergumam. Ujung kuku tangannya tajam dan merah kehitaman,
itu noda darah dan kulit wajahnya yang membusuk. Wanda selalu menyiksa wajahnya
setiap meningat sesuatu. Sesuatu yang membuatnya berada disini. Di Rumah Sakit
Jiwa.
Seorang laki-laki betubuh jangkung dan ber jas putih, bersama dua
wanita cantik memasuki kamar Wanda. Suara gemerincing kunci yang dibawa salah
satu wanita itu membuat penghuninya berteriak histeris.
“Pergiii!! Aku bukan wanita cantik! Jangan sakiti aku!” Wanda
menancapkan kuku jarinya, menggaruk tajam di wajah tirus itu. darah mulai
mengalir. dengan senyum menyedihkan dan mata menatap ke Pria jangkung itu.
“lihat iniii.. aku tidak cantiik.. hahaha.. aku tidak cantik! Aku tidak
cantiiikk!!” salah satu wanita mengambil jarum suntik yang sudah disediakan.
Mereka berlari mendekati Wanda dengan wajah tenang. Seakan mereka sudah
terbiasa dengan hal itu. Wanda menjadi kebingungan. Tak ada ruang untuk
berlari. Sekejap saja dia sudah terbaring lemas ranjang putihnya.
“Sepertinya pasien ini belum ada perkembangan dok, pasien ini sulit
untuk diberi therapy,dalam sebulan mungkin hanya 3 kali dia mendapatkannya.”
Kata salah satu wanita sambil menulis sesuatu di papan cek nya.
“Pasien ini memiliki trauma yang cukup berat. Dia mengalami hal
yang sangat buruk dimasa lalu, saya sendiri akan mempunyai keadaan yang sama jika
mengalaminya.” Kata pria jangkung itu sambil memandang wajah Wanda yang
menyedihkan penuh luka. “Suster tolong bersihkan lukanya, dan juga potong
kukunya. Saya tidak ingin pasien ini terkena infeksi seperti bulan lalu. Dan
tolong bawa dokter therapy yang baru ke ruangan Wanda” Kata pria jakung itu
sambil meninggalkan ruangan diikuti salah satu wanita yang tadi bersamanya.”
1 tahun yang lalu...
Wanda melirik Lia seperti memberikan
isyarat untuk mengikutinya. Mereka berjalan menuju hutan dibelakang kampus.
“Kenapa kamu meggajakku kesini rin?” tanya Lia dengan terengah-engah mengikuti
langkah Wanda. Lia memeluk tas brended nya agar tak tergores ranting.
“Untuk apa lagi kalau bukan bersantai”. Mereka duduk sila bersandar
disebuah pohon besar. Wanda mengeluarkan Jus kemasan dan menawarkan ke temannya
itu.
“Hah. Aku kira ada kejutan atau semacamnya, kalau itu saja aja aku
punya.”
Wanda sambil memejamkan mata dan menikmati sejuknya hutan. Make-up
nya yang berat dengan kaos merah dan jeans, tas nya yang ber merk membuatnya
lebih elegan, seperti putri impian.
“Kau tau dewi teman kita di SMA dulu? Dia kemarin menikah dengan
laki-laki kaya, tampan dan sepertinya dia sangat penyayang.” Lia membuka
obrolan, mengibaskan rambutnya yang di cat pirang dan membaringkann kepalanya
di pangkuan Wanda.
“Ya aku tau, seperti suami idaman setiap wanita. Tapi dia bukaan
tipeku, karena ada tahi lalat dibawah lubang hidungnya.” Kata Wanda sambil
cekikikan.
“Cih, abaikan yang itu.” Lia memejamkan mata sambil tersenyum geli.
“tapi aku tidak akan kalah dengan dewi, Pria yang akan kunikahi nanti, adalah Pria
yang lebih tampan, yang sangat tergila-gila padaku, kita akan makan malam yang
romantis direstoran mewah, memberikanku semua yang aku inginkan. Kita akan
pindah ke bali dan membangun rumah yang indah dipinggir pantai, dan berlibur
keluar negrii setiap akhir bulan.”
“Yaahh. terserah kau saja..”
Sepuluh
menit kemudian, mereka mulai terkantuk-kantuk karena belaian semilir angin.
“Kau dengar itu?!” bisik Lia.
“Mungkin itu suara kadal” kata Wanda dengan santai.
“Bukan. Itu bunyi langkah kaki”
Mereka membuang putung rokok, perlahan melongokkan kepala ke balik
semak-semak sumber suara. Hutannya gelap padahal hari masih senja. Terdengar
sayup-sayup suara tangisan.
“Kumohon lepaskan aku. Ambil semua hartaku, tapi lepaskan aku!”
kata wanita itu sambil gemetaran. Bajunya yang mewah terlihat sobek disana
sini, seperti bekas tarikan.
“Lia, jangan terlalu dekat, itu sanngat berbahaya.”kata Wanda
sambil mencekram lia mencegahnya maju mendekat.
Kraak...!
“siapa itu?!” kata Pria bertubuh besar yang sedang berhadapan degan
wanita itu. dengan menelusuri pandangannya keseliling hutan
Wanda dan Lia mundur perlahan.
“apa yang kalian lakukan?” suara yang terdengar datar dan dingin
dari belakang leher mereka. Seketika suasana menjadi beku.
Wanda mengibaskan tangannya. Disekitarnya gelap dan pengap. Bau
tikus dimana-mana. Dia mencoba mencari sesuatu yang bisa membuatnya tenang.
Tapi dia hanya menemukan tembok beton yang dingin. Dibelakang, disamping kiri
dan kanan. Tembok-tembok itu hanya berjarak dua jengkal dari tubuhnya.
“Liaaa.. apa kau disitu?” Perlahan dia mencoba berdiri. Kepalanya
terasa sangat pening. Mungkin itu akibat dari heroin yang ada disaputangan Pria
bersuara dingin tadi. Saat dia berhasil berdiri. Lantainya terasa lembab, dia
baru sadar, bahwa dia tidak lagi memakai sepatunya yang brended. Dia berjalan
dengan tangan kiri menekan tembok, dan kanannya menjadi radar didepan tubuhnya.
Jalan ini terasa panjang. Seperti sebuah lorong di gang gedung-gedung tinggi.
“tolooong... siapapun tolong aku.!!” kata Wanda sambil terus
melanjutkan perjalanannya. Sampai akhirnya dia menyentuh benda yang dingin
seperti besi panjang. Dia meraba-raba mencoba menggambarkan bentuknya dalam
otak. Ini seperti pintu penjara.
“siapapun toloog..!! Liaaa!! Apa kamu disituu??” teriak Wanda
dengan suaranya yang sedikit serak karna tenggorokannya yang kering. Dia
berteriak berkali-kali. Hiangga akhirnya dia menyerah dan terduduk sambil
menyandarkan pipinya yang masih bermake-up ke pintu besi itu. jantungnya
berdegup kencang. Mulai terdegar isak tangis, tangis yang semakin menjadi
karena rasa takut.
Sesaat kemudian terdengar suara langkah kaki, diikuti suara decit
pintu yang berkarat. Wanda mengangkat wajahnya dan berdiri, mencoba mencari
sumber suara. Suara langkah kaki dan gemerincing kunci. Sepertinya dia yang
memiliki ruanngan ini. Pikir Wanda. Dia tidak tau apa yang sedang dirasakan,
antara senang karna ada orang yang sepertinya membawa kunci ruangannya, dan
rasa takut karena dia tidak tau niatan sang pemilik kunci. Sedikit cahaya mulai
menerangi ruangan Wanda. Dia dapat melihat bajunya yang mahal itu tak jauh beda
dengan kain lap dapur.
Sosok Pria menyeringai dengan wajah yang mengerikan. Hidungnya
besar dan giginya yang kuning dan berantakaan, seperti dia tidak mengenal pasta
gigi seumur hidupnya. Pria itu menyeringai dengan pandangan yang sangat
menyebalkan, menarik tangan Wanda dengan kasar. “Salahkan dirimu sendiri karena
kau terlalu cantik.” Wanda berusaha
melawan. Namun Pria kekar itu bukan tandingannya.
Mereka keluar menyusuri lorong yang terasa sangaat panjang. Ada
banyak ruang seperti penjara disini. Wanda berjalan sempoyongan mengikuti
langkah Pria Gigi kuning itu.
Mereka berhenti. Pria itu membuka pintu kayu yang sangat besar dan
terlihat berat. Wanda mematung. Peluh mengguyur tubuhnya. Ada banyak rantai
bergelantungan. Namun bukan itu yang membuatnya takut. Ada banyak wanita
cantik. Tangan mereka terikat pada rantai. Mereka merintih, banyak sayatan yang
masih basah disekujur tubuh mereka. Mereka terlihat kering dan mata penuh
kepedihan.
“bos, ini yang paling bagus yang pernah ada.” Kata Pria gigi kuning
itu.
Wanda melihat sosok Pria tegap gagah seperti Pangeran. Memakai kaos
putih tipis dan jeans. Pisau berlumuran darah ada ditangan kanannya. Ada
seorang gadis disampingnya. Itu Lia!. Keadaannya sama dengan wanita-wanita yang
dia lihat tadi. Pria Gigi kuning dan si Pangeran itu terlihat membicarakan
sesuatu yang serius. Namun Wanda hanya mematung. Memandang temannya yang sangat
menyedihkan.
“Wandaa, . . lari..” Lia merintih memanggil namanya namun tidak
bersuara. Menggelengkan kepala dan mengerutkan dahi , memberi isyarat Wanda
untuk lari. Wanda tersadar, dan langsung lari sekencang-kencangnnya, melewati
beberapa wanita yang bergelantung dan terluka. Jantungnya berdegup kencang. Dia
terus berlari. Dia terlalu takut.
“Berhenti kau!” Pria gigi kuning itu berteriak dan menembakkan
pistolnya. Dor! Dor!. Saat itu juga Wanda
berhenti. Kakinya gemetar. Pria itu mendekati Wanda. “Anak pintar.. tak ada
jalan keluar disini. Yang ada hanya.. ” Wanda berlari lagi sekencang-kencangnya tak
tau jalan mana yang dia lewati. Pria Gigi kuning itu jauh dibelakang sana.
Tiba-tiba Pangeran tadi berada didepannya. Bersandar pada tembok
sambil memainkan pisaunya. “hanya ada jalan disini, tanpa kata keluar.” Pangeran
itu menatap tajam padanya. Wanda berbalik dan berlari, namun Pangeran itu
terlalu cepat. Dia mencengkram tangan Wanda. Menarik tubuh Wanda hingga
mendekat padanya. Dia menyayat tangan Wanda dengan bertubi-tubi. Wanda menjerit
kesakitan dan meronta. Pangeran itu menyayat sudut bibir Wanda saat Wanda
berteriak. Wanda terduduk kesakitan, seluruh tubuhnya perih, bibir mengalami
pendarahan yang hebat. Pangeran itu tertawa menikmati pemandangan mentedihkan
itu. Dia menggoreskan pisaunya lagi dan
lagi, ke kaki, paha, dan punggung. Wanda hanya bisa bersimpuh menahan sakit,
menangis sekencang kencangnya. pangean itu terus menyiksa Wanda dengan ekspresi
penuh kebencian.
“Bos. Wanita rambut pirang tadi kabur!” tiriak si gigi kuning dari
kejauhan. Seketika itu. Wanda merebut pisau dan menancapkan pada kaki Pangeran
berjiwa busuk itu. Pangeran itu menjerit kesakitan.
“Rasakan itu!” Wanda berdiri sekuat tenaga, sekencang kencangnya
dengan pisau tetap ditangannya. Wanda melewati sebuah belokan, dan berhenti.
Terlihat punggung si Pria gigi kuning berjalan perlahan seperti mencari
sesuatu. Wanda menggenggam erat pisaunya. Berlari sekencang-kencangnya
mengacungkan pisau. Sesaat si gigi kuning membalikan badan. Jleb!
“Aaaaakkhh!! Dasar kau wanita sialan!” Pria gigi kuning itu
menampar wajah Wanda, memegang perutnya yang kesakitan karena tusukan. Wanda
menancapkan lagi dipunggungnya. Lagi dan lagi. Memenggal kepalanya dan
Melemparkan sejauh mungkin untuk
memastikan dia benar-benar tak akan bangkit lagi. Wanda terduduk, tubuhnya
bergetar hebat, dia menjerit dan menangis menyadari apa yang dia lakukan.
Wanda berlari tanpa berpaling. Nafasnya sesak karena tangis. Wanda
menemukan Lia dan wanita lainnya bersembunyi.
“Kemarilah,” bisik Lia yang langsung memeluk Wanda, namun tak lama
terdengar suara kaki dan teriakan.
“apa yang harus kita lakukan?” kata salah satu wanita disitu.
Mereka bergeser kesudut ruangan. Bersembunyi dalam kegelapan.
“Cahaya apa itu? sepertinya aku menemukan jalan keluar!” seru salah
satu wanita dengan sedikit berbisik. Kami semua menoleh ke arahnya. Ada seberkas
cahaya keluar dari sela sebuah pintu kayu. Sepertinya hari akan pagi. Pintu
ituterkunci. Kami menyebar mencari sesuatu yang bisa mendobrak pintu itu. Wanda
menemukan balok kayu yang sangat berat.
“tolong minggir. Aku akan mendobraknya.” Lia mengangkat kayu besar
itu. Brak! Brak! Brak!. Pintu pun
berhasil terbuka. Para wanita itu berdesakan untuk keluar. Wanda dan Lia mundur
memberi jalan pada mereka.
“segera cari bantuan!” teriak Lia. Pangeran busuk itu muncul. Wanda
segera merangkak dan menyusul lia yang sudah ada diluar. Pangeran itu menarik
kakinya. Wanda mencoba bertahan dan terus berteriak. “Liaa, tolong akuu!!”
Pria itu terus menarik wanda, menyayat tubuh wanda yang bisa
dijangkau. Pria itu tertawa sekeras-kerasnya menikmati yang dia lakukan. Wanda
berteriak kesakitan. Sayatan itu sangat sakit. Lia terus berusaha menarik tubuh
wanda. Jeritan wanda semakin menjadi, bersamaan dengan datangnnya orang-orang
untuk menlong.
Pandangannya kabur. Dia sudah tidak berdaya. Ini sebuah restoran
jepang. Suara sirine polisi dimana-mana.
Dua wanita cantik masuk lagi ke ruangan Wanda. Mereka bersama Pria
bertubuh tegap dan memakai masker. Salah satu wanita menyuntikan aspirin.
“ini pasiennya dok, nanti akan saya serahkan berkas riwayat
pasien.”. ke dua wanita itu meninggalkan ruangan. Dokter bertubuh tegap itu
membuka masker wajahnya, dan tersenyum ramah pada Wanda. “selamat pagi Wanda,
kau tetap cantik.”.